Lumayan mengejutkan. Itulah kalimat
yang cukup mewakili perasan saya beberapa bulan terakhir. Sudah setahun-an saya
kembali lagi ke Sumenep, sebuah kota kecil tempat saya lahir semenjak
meninggalkannya tahun 2002 untuk kuliah. Jadi ada jangka waktu 10 tahun dimana
saya benar-benar kehilangan informasi tentang Sumenep. Akhirnya tahun 2012 saya
memutuskan untuk mundur dari pekerjaan saya dan balik kandang ke Sumenep. Pada fase
inilah saya mulai dikejutkan dengan fenomena bermunculannya banyak komunitas di
Sumenep.
Mulai dari komunitas pecinta
sepakbola, otomotif, sejarah dan budaya, tak ketinggalan pula komunitas pecinta
akik dan pusaka. Saya yakin bakalan ada komunitas-komunitas baru lainnya dengan
berbagai macam minat dan hobby –nya.
Tentu fenomena ini menyenangkan. Kenapa?
Bagi kota sekecil Sumenep, fenomena ini membawa dampak yang –menurut saya-
cukup hebat. Kalau dulu, setiap malam minggu kota ini hanya berisi balapan
liar. Sekarang banyak berbeda, hampir di banyak sudut kota tercipta titik-titik
berkumpul yang biasanya di tandai dengan Banner-banner berisikan nama komunitas
masing-masing. Sekarang Sumenep lebih berwarna. Dan saya berharap dapat lebih
berkembang (inilah yang terpenting).
Tulisan kali ini saya tidak akan
membahas komunitas-komunitas tersebut, melainkan seberapa besar saya sebagai
warga Sumenep menitipkan harapan “Berkembang dan Majunya” kabupaten ini.
Sudah banyak yang membahas
tentang apa itu komunitas, jadi saya pikir anda bisa mencarinya sendiri tentang
apa arti istilah komunitas itu. Dan saya menaruh sebuah keyakinan pada para
pelakunya bahwa mereka mengerti benar tentang apa esensi berkomunitas. Sebagai sebuah
organisasi, komunitas merupakan media pembelajaran bagi para anggotanya. Pendewasaan,
pengembangan diri, dan bahkan borsosialisasi dengan sesamanya. Jadi kalau hal
ini tidak disadari dengan baik, maka akan sangat disayangkan, karena pada
akhirnya komunitas hanya akan menjadi ajang buang-buang waktu, pikiran dan
tenaga yang berakhir tanpa manfaat lebih. Kenapa tidak menghabiskan waktu saja
dirumah untuk bercengkerama dengan keluarga, atau pacar, atau mungkin
selingkuhan.
“Manfaat lebih” ini menurut saya
sangat penting, karena bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan bagi
lingkungannya atau bahkan lebih luas lagi pada masyarakat. Banyak orang tua
mengeluh karena anaknya tidak betah dirumah, banyak istri marah-marah karena
suaminya sering keluar sampai malam, banyak pacar juga buruk sangka karena
cowoknya dikira selingkuh. Semuanya selalu dihubungkan dengan kegiatan
komunitas. Kenapa hal ini terjadi? Tentu karena mereka belum bisa merasakan
secara langsung “manfaat lebih” dari adanya komunitas. Bahkan di beberapa
daerah komunitas dikembangkan kearah yang tidak
baik. Masih ingat dengan fenomena geng motor? Ya itulah bentuk negative dari
berkomunitas, bukan lagi masyarakat senang tapi justru tidak mengharapkan
kehadirannya. Dan banyak lagi contoh negative dari berkomunitas.
Gambaran singkat diatas
diharapkan memberikan sedikit perenungan bagi teman-teman Komunitas. Pertanyakan
pada diri kita masing-masing, sumbangsih apa yang sudah kita berikan bagi kota
ini. Apakah cukup dengan “Banner Eksistensi” serta atribut-atribut lain yang
kita bawa dan agung-agungkan untuk membangun kota ini? Tentu tidak, saya
berkeyakinan kita bisa memberikan “lebih”.
Dengan tulisan ini saya mengajak
semua teman-teman komunitas untuk ikut menjadi bagian dari gerbong kemajuan. Berpartisipasilah
bersama-sama, “lakukan dari hal terkecil dan lakukanlah mulai saat ini” (AA
Gym).
Mantab tulisannya, Pak RT. Komunitas memang punya dampak positif dan negatif, bergantung pada ke arah mana komunitas dijalankan oleh masing-masing anggotanya.
BalasHapusDari komunitas pecinta hewan, hoby sampai komunitas Kampes. Mana Aksimu, bkn Pesonamu. Hajar Jalanan
BalasHapusYuk mari berkomunitas...
BalasHapus